“Apa yang terjadi setelah kematian?.”
“Gue gak tahu apa yang terjadi setelah kematian, karena gue sendiri masih di sini. Hidup. Dan Bernapas.”
“Tapi kan elu gak percaya dengan surga dan neraka, jadi menurut lo kemana perginya orang setelah mati?.”
“Gue meyakini kematian itu sendiri sebagai sesuatu yang nihil. sebagai sesuatu dengan apa yang disebut dengan ketidakberadaan.”
“Maksudnya?”
“Ya, ketika kita mati kita gak kemana-mana, kita gak ke surga, atau ke neraka, ke negeri pelangi, ke neverland, atau kemanapun juga.”
“Kok bisa begitu?”
“Gue menganggap satu-satunya kehidupan yang ada hanyalah kehidupan yang saat ini kita jalani saja, setelahnya atau sebelumya gue anggap sebagai kenihilan. ketidakberadaan. Gue menganggap kehidupan setelah kematian itu sama seperti kehidupan sebelum kelahiran. Kita gak ada. Kita nihil.”
“Sok tau lo ah.”
“Apa yang lo rasain tahun 1945?”
“Gak tahu, kan gue belum lahir.”
“Nah itu, lo gak tahu, karena sesungguhnya lo belum lahir, lo belum ada, lo masih nihil, lo itu gak memilik keberadaan.”
“Maksudnya?”
“Begitu juga yang akan lo rasakan ketika lo nanti mati.”
Di atas adalah perdebatan tentang kematian yang sedang asyik gue bicarakan dengan salah satu teman gue di sebuah restoran cepat saji berlogo M kuning.
Teman gue meyakini akan keberadaan surga dan neraka sebagai tempat terakhir yang akan dituju setiap manusia ketika kematian tiba, sementara gue meyakini kenihilan yang akan datang apabila kematian menjemput kita.
Perdebatan berlangsung runcing, memanas, dan gue hampir saja mengambil ayam goreng teman gue sementara dirinya hampir saja menyiram minuman coke ke wajah gue. Tapi beruntung, karena perdebatan tentang kematian dapat kita akhiri dengan baik-baik walau masing-masing masih mempertahankan pendapatnya. Kemudian kita berdebat tentang siapa yang harus bayar makanan.
Yang sering terjadi biasanya setelah gue menjelaskan panjang lebar mengenai pandangan gue pribadi tentang kematian, biasanya gue ditantang dengan pertanyaan-pertanyaan seperti ini:
Kalau lo gak percaya sama surga dan neraka, kenapa gak mati aja sekarang? bunuh diri gitu? toh lo gak percaya dengan kehidupan setelah kematian.
Kenapa gak coba minum baygon, terus mati, terus lo gak ada.
Kenapa gak coba mati jatuh dari jembatan sekalian?
Biasanya setelah ditantang seperti ini rasa-rasanya gue ingin memanggil Atun dari si Doel anak sekolahan guna menampar muka mereka satu persatu.
Yang perlu ditekankan di sini adalah ketika gue meyakini kalau kehidupan setelah kematian adalah kenihilan bukan berarti gue gak menghargai hidup itu sendiri lalu ingin mati secepat mungkin.
Justru karena gue meyakini kalau hidup itu hanya sekali saja (yakni kehidupan yang sedang gue jalanin saat ini dengan sadar) maka gue berusaha semaksimal mungkin untuk menghargai kehidupan gue di setiap momennya.
Setiap tawa,
Setiap tangis,
Setiap bahagia,
Setiap sedih,
Setiap jatuh hati,
Setiap patah hati,
Gue ingin menikmati secara keseluruhan bak sebuah film pendek pribadi yang ingin gue simpan dalam sebuah kotak pandora.
Senin sore di sebuah tempat pemakaman umum.
Gue mengamati wajah pacar gue yang cantik sedang membasuh nisan Ayahanda tercintanya. Ia sengaja mengajak gue ke makam ayahnya demi memperkenalkan gue.
Gue melihat ia bercerita kepada ayahnya tentang kita yang sudah berpacaran selama hampir satu tahun, dan meminta doanya bila benar kalau gue adalah jodohnya maka mohon restunya, bila bukan maka ia ingin meminta jodoh yang tinggi, kurus, putih dan ganteng seperti Lee min ho.
Setelah dia bercerita banyak kepada ayahnya kurang lebih selama lima belas menit, gue pun diminta untuk memperkenalkan diri kepada ayahnya.
Gue mulai memperkenalkan diri dimulai dari nama gue, lalu gue menceritakan keseriusan hubungan yang sedang gue jalani bersama putrinya. Gue memohon doanya agar gue bisa menjadi pendamping hidup putrinya suatu saat kelak. Bila gue bukan jodohnya maka gue minta doa agar dijodohkan dengan putrinya.
Besoknya gue menyampaikan kepada pacar gue kalau ayahnya mungkin tidak mendengar semua cerita kita kemarin sore.
Dia bertanya kenapa?
Karena ayahmu tidak ada. Ia tidak pergi kemana-mana. Ia enggak pergi ke surga atau ke neraka. ia kembali kepada kenihilan. sama saat sebelum ketika ia lahir.
“Kamu ngomong apaan sih?” Tanya si pacar.
Posted on July 31, 2014
0